Notification

×

Iklan

Iklan

JAM-Pidum Menyetujui 23 Pengajuan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Restorative Justice

Kamis, 20 Juli 2023 | Juli 20, 2023 WIB | 0 Views Last Updated 2023-07-20T10:15:43Z

Jakarta, Momen Pembaruan---Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana, Kamis 20 Juli 2023 menyetujui 23 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif, yaitu 

Gedung Jampidum Kejagung RI 

Tersangka Yuli Sudarwanto bin Darisalam dari Kejaksaan Negeri Klaten, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Tersangka Reza Aruzenda bin Amir Mahmud dari Kejaksaan Negeri Kota Semarang, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang pencurian.

Tersangka Raditya Yoga Ditama bin Arif Hamdi Haito (Alm) dari Kejaksaan Negeri Surakarta, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Tersangka Bambang Supardi bin Wasir (Alm) dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Tengah, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Abdul Rahman Wahid Siregar dari Kejaksaan Negeri Padang Sidempuan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang penganiayaan.

Tersangka Aldi Salomo Sianturi als Aldi dari Kejaksaan Negeri Langkat, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (4) dan Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka Muhammad Rizky Fadhillah dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan atau Pasal 378 KUHP tentang Penipuan.

Tersangka Ari Wibowo als Bowo dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 Subsidair Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Muhammad Junaindri als Andri dari Kejaksaan Negeri Belawan, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.

Tersangka Muhammad Ilham bin Hamdani Umar dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Muhammad Taufik bin Musa Idris dari Kejaksaan Negeri Bireuen, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Yusmadi Is bin alm Imail dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Indra bin Alm Yakub dari Kejaksaan Negeri Aceh Besar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Zulkifli als Sidun bin Kamaruddin dari Kejaksaan Negeri Nagan Raya, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Rusli AD bin Alm Abdullah dari Kejaksaan Negeri Langsa, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.

Tersangka Imanulloh bin Sawaludin dari Kejaksaan Negeri Lombok Timur, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) atau Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Tersangka Samsul Hadi bin (Alm.) Khadist dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.

Tersangka Hariadi Prasetyo alias Tio bin Trubus dari Kejaksaan Negeri Tarakan, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Junardi alias Lek Jeret bin Tukiran dari Cabang Kejaksaan Negeri Batanghari di Muara Tembesi, yang disangka melanggar Pasal 335 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang Pengancaman.

Tersangka Fijai Tamher alias Fijay alias AI dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Frengki Ngurmetan dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Zainal Abidin Renngur alias Janter dari Kejaksaan Negeri Tual, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Tersangka Muhammad Yusuf Iha dari Kejaksaan Negeri Fakfak, yang disangka melanggar Pasal 76C jo. Pasal 80 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak atau Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.

Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain,

telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.

Tersangka belum pernah dihukum,T ersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana, Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun.

Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya, Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi.

Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar. Pertimbangan sosiologis, Masyarakat merespon positif.

Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor : 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.    (MP)

×
Berita Terbaru Update