Drs. H. Marlis, MM Ketua DPW BPI KPNPA RI Sumbar |
Padang, MP----- Pratek pungli (pungutan liar) berkedok uang komite disekolah seperti yang diduga terjadi di sekolah SMA Negeri 2 Koto XI Tarusan, Kecamatan Tarusan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat, terus mendapat sorotan. Dewan Pengurus Wilayah (DPW) Badan Peneliti Independen Kekayaan Penyelenggara Negara Republik Indonesia (BPI KPNPA RI) Provinsi Sumatera Barat menegaskan akan turun ke sekolah - sekolah untuk menindaklanjuti laporan masyarakat menyangkut pungutan uang komite yang terjadi disekolah. Bahkan, tidak itu saja, soal penggunaan dana BOS, penyaluran dan PIP, serta penjualan buku LKS juga ikut dipantau, Kata Drs. H. Marlis, MM, Ketua DPW BPI KPNPA RI Sumbar menegaskan hal itu kepada wartawan di Padang, Kamis (12/9/2024).
Selama ini, kata politisi senior ini, praktek pungli dan berbagai indikasi penyimpangan penggunaan bantuan dana pemerintah di sekolah kurang sekali dikritisi dan dilaporkan oleh masyarakat keaparat penegak hukum. Mungkin masyarakat merasa tersandera jika mengkritisi kebijakan salah disekolah apalagi melaporkan nya ke aparat penegak hukum, dikawatirkan anak - anak mereka menjadi korban oleh oknum di sekolah. Sehingga praktek pungli dan penyalahgunaan anggaran pemerintah seperti pengelolaan dan BOS, dana PIP siswa miskin, bahkan jual beli buku LKS yang terjadi disekolah dianggap tidak melanggar hukum.
Oleh karena itu, kata Marlis, BPI KPNPA RI Sumbar sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) mendukung Kejaksaan Tinggi Sumatera Barat, menindaklanjuti praktek pungli di sekolah ini. Sebab, meski dilarang dalam pasal berlapis, pungutan liar disekolah tetap terjadi.
Biasanya alasan yang dikemukakan adalah pungutan telah dimusyawarahkan dengan wali murid. Padahal jika dikaji secara hukum, musyawarah yang menghasilkan kesepakatan melanggar hukum dikategorikan pemufakan jahat.
Peraturan yang melarang pungutan liar di sekolah adalah Pasal 12 huruf b Permendikbud 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah. Pasal ini secara tegas melarang komite sekolah untuk melakukan pungutan kepada peserta didik, orang tua, atau wali murid.
Pungli merupakan salah satu bentuk korupsi yang diatur dalam Undang-undang nomor 31 tahun 1999 junto Undang-undang nomor 22 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Dalam KUHP, pelaku pungli dijerat dengan Pasal 368 ayat 1 yang menyatakan bahwa siapapun yang mengancam atau memaksa orang lain untuk memberikan sesuatu terancam pidana penjara paling lama sembilan tahun.
Dinas Pendidikan berwenang membatalkan pungutan atau sumbangan jika penyelenggara atau satuan pendidikan melanggar peraturan perundang-undangan atau dinilai meresahkan masyarakat.
" Karena masyarakat tidak berani melaporkan praktek pungli yang terjadi di sekolah, kita sendiri yang nanti turun ke sekolah - sekolah di Sumatera Barat, jika didapati bukti yang cukup kita sendiri yang akan melaporkan masalah itu kepada aparat penegak hukum, " tegasnya. (R/MP)