Jakarta, MP----- Selasa 10 September 2024, Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 16 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Adapun salah satu perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu terhadap Adi Saputra dari Kejaksaan Negeri Binjai, yang disangka melanggar 480 Ayat (1) KUHP tentang Penadahan.
Kronologi bermula sekira bulan Mei tahun 2024 pukul 08.00 WIB, Saksi Yusrizal als Rizal mendatangi rumah Tersangka Adi Saputra dan mengatakan “bang, aku ada HP, tolong jualkan, tapi aku lupa kuncinya dan Tersangka menjawab “kalau buka kunci ada kawanku mungkin bisa buka” dan Saksi Yusrizal als Rizal mengatakan “yaudah jualkan saja 500 ribu”.
Kemudian Tersangka Adi Saputra menjawab “mana HPnya”. Saksi Yusrizal Als Rizal pun menjawab “ nanti anakku, kusuruh ngantar HPnya. Kemudian Tersangka menjual HP tersebut kepada Saksi Muhammad Riswandi Als Wandi seharga Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
Bahwa HP yang dijualkan tersebut adalah HP Samsung Note 9 dengan Imei1 : 359449098180603 yang merupakan salah satu barang milik Saksi Vincent Lius yang hilang akibat pencurian di Depo 78 Binjai.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Binjai Jufri, S.H., M.H.dan Kasi Pidum Andri Dharma, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Meirita Pakpahan, S.H., dan Adlya Nova, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban dan mengganti biaya kerrugian yang telah ditimbulkan. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Binjai mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatra Utara Idianto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Selasa, 10 September 2024.
Selain itu, JAM-Pidum juga menyetujui 15 perkara lain melalui mekanisme keadilan restoratif, terhadap tersangka:
Tersangka Alfa Matthew Mamahani dari Kejakasaan Negeri Minahasa, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan.
Tersangka Iffan Mon Kanalung dari Kejaksaan Negeri Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP Penganiayaan.
Tersangka Hendra Pratama Napitu dari Kejaksaan Negeri Pematangsiantar, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Elman Zebua alias ama Wilsen dari Kejaksaan Negeri Gunung Sitoli, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 huruf a dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka Rapael Bernard Barus dari Kejakasaan Negeri Tanjung Balai, yang disangka melanggar Pasal 310 Ayat (3) Undang-Undang RI Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Tersangka Alfil Muza als Alfil bin Hendi dan Tersangka II Dimas Andrean Hardy als Dimas bin Asnawi dari kejaksaan Negeri Belitung Timur, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP.
Tesangka Nur Arif als Sureng bin M Yahya Isris dari Kejaksaan Negeri Purwokerto, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Karso alias Asep bin (Alm) Casmin dari Kejaksaan Negeri Kota Tegal, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan
Tersangka Achmad Rosidi bin (Alm) Abdullah dari Kejaksaan Negeri Temanggung, yang disangka melanggar Pasal 480 Ayat (1) KUHP tentang penadahan.
Tersangka Fajriansyah Abdullah dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Much Bucok Rahman dari Kejaksaan Negeri Bone Bolango, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Muhammad Yusran bin Hasan (Alm) dari Kejaksaan Negeri Pulang Pisau, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka M. Norilmuddin bin H. Talhah dari Kejaksaan Negeri Kapuas, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka Ilham Toriq Kanuruan bin Januar Kanuruan dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 40 Ayat (2) jo. Pasal 21 Ayat (2) huruf a Undang-Undang RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Tersangka Dimas Budi Satya aias Dimek bin (Alm) Wijanarko dari Kejaksaan Negeri Sleman, yang disangka Melanggar Pasal 45B Jo Pasal 29 Undang-Undang RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (*)