Tanggerang, MP----- Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif/Badan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf/Baparekraf) berkolaborasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia (Kementerian PPN/Bappenas) meluncurkan pedoman konsep ekonomi biru, hijau, dan sirkular atau _blue economy, green, and circular economy_ (BGCE) pada sektor pariwisata pada Jumat 18 Oktober 2024.
Pedoman menyangkut empat subsektor utama pariwisata yaitu perhotelan, penyedia makan dan minum, transportasi, dan kawasan pariwisata.
Deputi Bidang Industri dan Investasi Kemenparekraf/Baparekraf, Rizki Handyani, dalam acara "Launching dan Kick Off Program BGCE pada Sektor Pariwisata", Jumat (18/10/2024) siang di Novotel Tangerang, mengatakan pedoman penerapan program BGCE pada sektor pariwisata merupakan bagian dari rencana jangka panjang pemerintah dalam menciptakan usaha pariwisata yang berkualitas dan berdaya saing dengan mengedepankan pariwisata berkelanjutan.
"Program pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan penerapan konsep BGCE telah dimasukkan dalam rancangan teknokratik RPJMN tahun 2025-2029 yang terkait dengan degradasi lingkungan dan hilangnya budaya lokal akibat pariwisata yang tidak terkendali dan akulturasi budaya dari wisatawan. Serta masih kurangnya keterampilan SDM pariwisata dan rendahnya pemanfaatan ekonomi pariwisata oleh masyarakat lokal," kata Rizki Handayani.
BGCE menggabungkan tiga konsep besar. Yakni _blue economy_ yang mengemukakan pentingnya keseimbangan antara perekonomian dengan konservasi lingkungan dalam konteks maritim dan daerah pesisir.
Kemudian _green economy_, yaitu mengintegrasikan ekonomi lingkungan dan kepedulian sosial serta _circular economy_ yaitu mengintegrasikan aktivitas ekonomi dengan kelestarian lingkungan melalui proses dan perputaran material untuk memaksimalkan fungsi ekosistem dan kesejahteraan manusia.
"Secara garis besar BGCE merupakan bentuk komitmen Indonesia yang didorong oleh agenda-agenda besar yang mencakup perubahan iklim, energi dan emisi gas rumah kaca, konsumsi air, manajemen limbah, keanekaragaman hayati, serta ekonomi lokal dan sebagainya, yang semuanya ini sangat terkait dengan industri pariwisata," ujar Rizki.
Terkait emisi gas rumah kaca, Indonesia sebelumnya telah menyuarakan komitmen kontribusi yang tinggi. Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang menandatangani Perjanjian Paris tentang Perubahan Iklim.
Indonesia berkomitmen untuk menurunkan emisi sebesar 29 persen di bawah upaya apapun atau _business as usual_ (BAU) pada tahun 2030 dan dapat dinaikkan sampai 41 persen dengan kerja sama internasional.
Selain itu Indonesia melalui Kemenparekraf juga telah menandatangani The Glasgow Declaration on Climate Action in Tourism di mana Indonesia menjadi negara pertama di ASEAN yang menandatangani deklarasi ini.
"Industri pariwisata memegang peranan penting dalam pencegahan perubahan iklim melalui penerapan praktik berkelanjutan. Dengan menerapkan prinsip BGCE, industri pariwisata tidak hanya akan mampu mengurangi dampak negatif terhadap iklim, tapi juga berbagai fungsi pada solusi global guna mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan," ujar Rizki.
Saat ini, ujar Rizki, sudah cukup banyak industri pariwisata yang menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan namun tentunya harus dapat diintegrasikan dan disinergikan antara program pemerintah dengan penerapan oleh industri.
"Melalui adopsi konsep BGCE, tentu pariwisata dapat turut menciptakan dampak positif dan dampak jangka panjang pada lingkungan dan masyarakat lokal. Namun yang menjadi titik berat permasalahannya adalah penyelarasan konsep BGCE ke dalam tiap komponen usaha pariwisata sehingga dapat menjadi pedoman yang komprehensif serta memberikan manfaat dan diterima secara luas oleh industri," ujar Rizki.
Deputi Bidang Ekonomi pada Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS), Amalia Adininggar Widyasanti, menjelaskan salah salah satu agenda transformasi ekonomi yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 59 tahun 2024 tentang RPJPN 2025-2045 adalah menjadikan pariwisata Indonesia sebagai destinasi unggulan dunia yang berkelanjutan dan bernilai tambah tinggi. Yakni dengan menjalankan operasionalnya dengan memperdomani prinsip-prinsip ekonomi biru, ekonomi hijau, dan ekonomi sirkular.
"RPJPN ini adalah undang-undang, maka ini wajib hukumnya untuk menjadi pedoman bagi kita semua dan bukan hanya pemerintah, karena undang-undang itu mengikat semua komponen bangsa," ujar Amalia.
Penerapan strategi pembangunan nasional yang salah satunya ditopang dengan penerapan BGCE di sektor pariwisata diharapkan akan dapat menjadi pendorong untuk mencapai visi Indonesia Emas 2045.
"Sasaran sektor pariwisata adalah peningkatan peranan dari PDB sektor pariwisata menjadi 8 persen pada tahun 2045. Dan kita juga bukan hanya puas dengan 8 persen, tetapi bagaimana pariwisata bisa berkontribusi untuk menghasilkan devisa sehingga devisa pariwisata diharapkan bisa mencapai 100 miliar dolar AS di tahun 2045," ujarnya.
Penerapan BGCE di sektor pariwisata juga sejalan dengan tren pariwisata ke depan, baik dalam lingkup nasional maupun internasional. Dimana megatren ke depan mengarah pada _sustainability and community engagement_ serta transisi menuju pertumbuhan yang inklusif dan berkelanjutan.
"Dua poin itu harus kita tangkap, jangan kita kemudian hanya puas dengan pengembangan pariwisata yang konvensional maupun konservatif. Kita harus bisa menangkap bagaimana tren pariwisata dan tren wisatawan global maupun domestik, kemudian kita harus melakukan berbenah diri secara cepat," ujar Amalia.
"Semoga pedoman yang disusun dan telah melibatkan berbagai stakeholder pariwisata baik dari kementerian/lembaga, pelaku usaha serta asosiasi di sektor pariwisata ini dapat memberikan _guidance_ buat kita semua, memberikan pedoman, sehingga kita bisa bersama-sama mengimplementasikannya dengan baik,” kata Amalia.
Deputi Bidang Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Odo R.M Manuhutu, mengapresiasi penyusunan pedoman BGCE untuk sektor pariwisata oleh BAPPENAS dan Kemenparekraf. Harapannya pedoman ini dapat memberikan dampak positif terhadap sektor pariwisata.
"Kami juga memberikan apresiasi karena program pembangunan pariwisata berkelanjutan dengan penerapan konsep BGCE telah dimasukkan dalam rancangan teknokratik RPJMN. Hal ini tentu saja akan memberikan keyakinan bahwa pengembangan pariwisata Indonesia ke depan akan berjalan secara berkelanjutan, berkualitas, dengan memperhatikan kelestarian lingkungan dan kemajuan budaya serta ketahanan terhadap bencana," ujar Odo. (*)